BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Istilah apresiasi berasal dari bahasa
Inggris "apresiation" yang berarti penghargaan, penilaian,
pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja "ti appreciate" yang
berarti menghargai, menilai, mengerti dalam bahasa Indonesia menjadi mengapresiasi.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan apresiasi sastra adalah penghargaan,
penilaian, dan pengertian terhadap karya sastra, baik yang berbentuk puisi
maupun prosa atau suatu kegiatan menggauli sastra dengan sungguh-sungguh hingga
tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan
yang baik terhadap cipta sastra. Di sekolah dasar, pembelajaran sastra
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasikan karya sastra.
Menurut Huck (1987 : 630-623) bahwa pembelajaran sastra di SD harus memberi
pengalaman pada siswa yang akan berkontribusi pada 4 tujuan, yakni pencarian
kesenangan pada buku, menginterprestasikan bacaan sastra, mengembangkan
kesadaran bersastra, dan mengembangkan apresiasi. Pembelajaran sastra di SD
adalah pembelajaran sastra anak. Sastra anak adalah karya sastra yang secara
khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan
anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah
imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat
menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan
alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa.
Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang
dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan. Jenis sastra anak
meliputi prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dan puisi dalam sastra anak
sangat menonjol. Berdasarkan kehadiran tokoh utamanya, sastra anak dapat
dibedakan atas tiga hal, yaitu sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama
benda mati, sastra anak yang mengetengahkan tokoh utamanya makhluk hidup selain
manusia,dan sastra anak yang menghadirkan tokoh utama yang berasal dari manusia
itu sendiri.
Seperti pada jenis karya sastra umumnya,
sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk
kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra
anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan
imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi
anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau
senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau
dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga
menuntun kecerdasan emosinya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
definisi apresiasi sastra anak-anak?
2. Apakah
tingkatan dan manfaat apresiasi sastra anak-anak?
3. Apakah yang
dimaksud dengan apresiasi sastra anak-anak secara reseptif?
4. Apa saja
jenis dan contoh sastra anak?
5. Bagaimana
ciri-ciri sastra anak?
C.
TUJUAN MAKALAH
1. Menjelaskan
definisi apresiasi sastra anak-anak.
2. Menjelaskan
tingkatan dan manfaat apresiasi sastra anak-anak.
3. Menjelaskan
maksud dengan apresiasi sastra anak-anak secara reseptif.
4. Mengemukakan
jenis dan contoh sastra anak-anak.
5. Menjelaskan
cirri-ciri sastra anak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
APRESIASI SASTRA ANAK-ANAK
Untuk mehamai apresiasi sastra anak-anak
perlu dipahamai dengan baik kata apresiasi dan sastra anak-anak. Apresiasi
berasal dari bahasa Latin “apreciatio” yang berarti “mengindahkan” atau
menghargai”. Berarti secara harpiah apresiasi sastra adalah penghargaan
terhadap karya sastra. Munculnya penghargaan terhadap karya sastra merupakan
manifestasi dari adanya pengetahuan tentang sastra, sejumlah pengamalan
emosional dan penajaman kognitif di bidang sastra, serta pengalaman
keterampilan bersastra, baik secara reseptif maupun secara produktif . Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Disick yang menyatakan bahwa “aspek apresiasi
yang berkaitan dengan sikap penghargaan atau nilai berada pada domain afektif
merupakan tingkatan terakhir yang dapat dicapai...pencapaiannya memerlukan
waktu yang sangat panjang serta prosesnya berlangsung terus setelah pendidikan
formal berakhir” (dalam Wardani, 1981:1) Sedangkan sastra anak-anak merupakan
karya yang dari segi bahasa memiliki nilai estetis dan dari segi isi mengandung
nilai-nilai yang dapat memperkaya pengalaman ruhani bagi kalangan anak-anak.
Pramuki (2000) mengungkapkan bahwa sastra anak-anak adalah karya sastra (prosa,
puisi, drama) yang isinya mengenai anak-anak; sesuai kehidupan, kesenangan,
sifat-sifat, dan perkembangan anak-anak.
Sedang menurut Solchan dkk (1994:225)
membagi pengertian sastra anak-anak atas dua bagian, yakni sebagai berikut.
Pertama “sastra anak-anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang
usianya remaja atau dewasa yang isi dan bahasanya mencerminkan corak kehidupan
dan kepribadian anak.” Kedua “sastra anak-anak adalah sastra yang ditulis oleh
pengarang yang usianya masih tergolong anak-anak yang isi dan bahasanya
mencerminkan corak kehidupan dan kepribadian anak.” Dengan demikian, sastra
anak-anak dapat dikatakan bahwa suatu karya sastra yang bahasa dan isinya
sesuai perkembangan usia dan kehidupan anak, baik ditulis oleh pengarang yang
sudah dewasa, remaja atau oleh anak-anak itu sendiri. Karya sastra yang
dimaksud bukan hanya yang berbentuk puisi dan prosa, melainkan juga bentuk
drama.
Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan
apresiasi sastra anak-anak?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut lebih
dahulu kita pahami pengertian apresasi sastra menurut S.Effendi (1980:24) bahwa
apresiasi sastra adalah “suatu kegiatan menggauli sastra dengan sungguh-sungguh
hingga tumbuh pengertian, pengehargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan
perasaan yang baik terhadap cipta sastra.” Pendapat S.Effendi tersebut sejalan
dengan Squire dan Taba (dalam Aminuddin, 1987:34) yang menyatakan bahwa
“apresiasi sastra mengandung tiga unsur inti:
1. aspek
kognitif.
2. aspek
emotif.
3. aspek
evaluative.
Aspek kognitif sejalan pengertian, aspek
emotif sejalan dengan kepekaan perasaan, aspek evaluatif berkaitan dengan
kepekaan pikiran perasaan dan penghargaan yang positif. Lalu apa yang dimaksud
dengan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan.
Pertama, pengertian berkaitan dengan
pemahaman tentang teori-teori dasar sastra, seperti pengertian puisi,
unsur-unsur instrinsik prosa, dan lain-lain.
Kedua, penghargaan berkaitan dengan
sikap pandang positif terhadap sastra bahwa sastra memiliki nilai-nilai positif
yang bermanfaat bagi penjernihan batin, peningkatan harkat kehidupan
individual-sosial.
Ketiga, kepekaan pikiran kritis
berkaitan dengan kemampuan memahami dan mengungkapkan sinstesis tentang makna
atau nilai-nilai yang dikandung suatu karya sastra setelah mengadakan analisis
yang teliti, saksama dan menyeluruh.
Adapun kepekaan perasaan berkaitan
dengan kemampuan menikmati dan menampilkan nilai-nilai keindahan yang
terkandung dalam karya sastra, seperti rasa senang tidak senang, berkenaan
dengan cerita dan tokoh, perasaan terharu dan gembira berkenaan dengan nasib
tokoh, persaan takut, kecewa, dan kagum berkenaan dengan gambaran peristiwa
dalam cerita yang tergambar pada ekspresi wajah, gestur tubuh dan atau intonasi
pada saat pembacaan karya sastra tertentu.
Berdasar pengertian yang dikemukakan
oleh S. Effendi, dapatlah kita mengatakan bahwa apresiasi sastra anak-anak
merupakan serangkaian kegiatan bermain dengan sastra sehingga tumbuh pemahaman,
penghargaan, kepekaan pikiran kritis, kepekaan perasaan yang baik bagi anak
terhadap karya sastra anak-anak.
B.
TINGKATAN
DAN MANFAAT APRESIASI SASTRA ANAK-ANAK
Adapun tingkatan apresiasi sastra, Wardani (1981) membagi
tingkatan apresiasi sastra ke dalam empat tingkatan sebagai berikut.
1.
Tingkat menggemari,
yang ditandai oleh adanya rasa tertarik kepada
buku-buku sastra
serta keinginan membacanya dengan sungguh-sungguh, anak melakukan kegiatan
kliping sastra secara rapi, atau membuat koleksi pustaka mini tentang karya
sastra dari berbagai bentuk.
2.
Tingkat menikmati,
yaitu mulai dapat menikmati cipta sastra karena mulai tumbuh pengertian, anak
dapat merasakan nilai estetis saat membaca puisi anak-anak, atau mendengarakan
deklamasi puisi/prosa anak-anak, atau menonton drama anak-anak.
3.
Tingkat mereaksi yaitu
mulai ada keinginan utuk menyatakan pendapat tentang cipta sastra yang
dinikmati misalnya menulis sebuah resensi, atau berdebat dalam suatu diskusi
sastra secara sederhana. Dalam tingkat ini juga termasuk keinginan untuk
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sastra.
4.
Tingkat produktif,
yaitu mulai ikut menghasilkan ciptasastra di berbagai media masa seperti koran,
majalah atau majalah dinding sekolah yang tersedia, baik dalam bentuk puisi,
prosa atau drama.
Berbeda dengan P. Suparman (Tarigan, 2000) membagi
tingkatan apresiasi sastra atas lima tingkatan, yakni sebagai berikut:
1.
Tingkat penikmatan,
misalnya menikmati pembacaan/deklamasi puisi, menonton drama, mendengarkan
cerita.
2.
Tingkat penghargaan,
misalnya memetik pesan positif dalam cerita, mengagumi suatu karya sastra,
meresapkan nilai-nilai humanistik dalam jiwa; menghayati amanat yang terkandung
dalam puisi yang dibacanya atau yang dideklamasikan.
3.
Tingkat pemahaman,
misalnya mengemukakan berbagai pesan-pesan yang terkandung dalam karya sastra
setelah menelaah atau menganalisis unsur instrinsik-ekstrinsiknya, baik karya
puisi, prosa maupun drama anak-anak.
4.
Tahap penghayatan,
misalnya melakukan kegiatan mengubah bentuk karya sastra tertentu ke dalam
bentuk karya lainnya (parafrase), misalnya mengubah puisi ke dalam bentuk
prosa, mengubah prosa ke dalam bentuk drama, menafsirkan menemukan hakikat isi
karya sastra dan argumen-tasinya secara tepat.
5.
Tingkat implikasi,
misalnya mengamalkan isi sastra, mendayagunakan hasil apresiasi sasatra untuk
kepentingan peningkatan harkat kehidupan.
6.
Tingkatan apresiasi
yang dipaparkan dia atas mendorong kita untuk tidak sekedar menghasilkan karya
sastra tetapi yang lebih penting adalah untuk dihayati dan diamalkan oleh
peserta didik dalam kehidupannya. Apresiasi sastra memiliki berbagai manfaat.
Moody dan Leslie S. (dalamWardani,1981) mengemukakan
manfaat apresiasi sastra:
1. melatih
keempat keterampilan berbahasa.
2. menambah
pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia seperti adat istiadat, agama,
kebudayaan, dsb,
3. membantu
mengembangkan pribadi,
4. membantu
pembentukan watak,
5. member
kenyamanan,
6. meluaskan
dimensi kehidupan dengan pengalaman baru.
Hal tersebut sejalan dengan Huck (1987) yang
mengemukakan dua manfaat apresiasi sastra, yakni:
1. nilai
personal: memberi kesenangan, mengembangkan
imajinasi,
memberi pengalaman yang dapat terhayati, mengembangkan pandangan ke arah
persoalan kemanusiaan, menyajikan pengalaman yang bersifat emosional;
2. Nilai
pendidikan: membantu perkembangan bahasa,
meningkatkan
kelancaran-kemahiran membaca, meningkatkan keterampilan menulis, mengembangkan
kepekaan terhadap sastra.
Manfaat apresiasi sastra yang dikemukakan tersebut,
hanya manfaat
1. mengembangkan
imajinasi,
2. mengembangkan
pandangan ke arah persoalan kemanusiaan,
3. meningkatkan
keterampilan membaca-menulis yang akan diuraikan secara singkat.
Mengembangkan Imajinasi Salah satu tujuan utama
pembelajaran bahasa/sastra adalah terbentuknya kemampuan siswa yang kreatif.
Untuk menjadi kreatif, salah satu aspek mutlak yang harus dimiliki adalah daya
imajinasi yang memadai. Akhadiah (1992:3) menyatakan bahwa “sesungguhnya hanya
dapat menjadi kreatif jika siswa memiliki daya imajinasi.” Sebagaimana yang
dikemukakan Huck (1987) bahwa mengapresiasi sastra dapat mengembangkan
imajinasi siswa. Imajinasi yang dimaksud adalah daya pikir untuk membayangkan
(dalam angan) atau menciptakan sesuatu (gambar, karangan,dan sejenisnya)
berdasarkan kenyataan atau pengalaman sesorang (dalam KBBI, 1994:372).
Mengapa apresiasi sastra dapat meningkatkan
imajinasi siswa? Karena dalam bersastra daya pikir didorong untuk mengalami
kebebasan berkhayal tanpa kekangan aturan yang kaku. Kebebasan itu bukan
berarti sebebas-bebasnya tanpa batas dan tidak berakar pada dunia nyata yang
bersifat logis, luwes, dan dinamis. Dengan batas yang demikian orang yang
bergelut dalam dunia sastra dapat menciptakan kreasi yang di dalamnya selalu
ada unsur kebaruan, baik dari segi isi maupun dari segi bentuk. Misalnya, karya
Sutan Takdir Alisyahbana, Nur Sutan Iskandar, dan seniman lainnya. b. Meluaskan
pandangan tentang kemanusiaan Melalu pergaulan dengan karya sastra berbagai
pengalaman dapat diperoleh yang kelak bisa berfungsi untuk meluaskan pandangan
tentang kemanusian sekaligus berkaitan dengan pembentukan watak dan pribadi
yang baik dalam mengarungi kehidupan masyarakat.
Misalnya dalam puisi POT oleh Sutarji Kalsum Bachri,
memberi perluasan wawasan dan pengalaman kejiwaan bahwa kita harus menjadi ibu,
ibu yang mampu melahirkan generasi yang berkualitas, generasi dapat
mengharumkan bangsa di tingkat internasional. Puisi Chairil “Sekali berarti/
Sudah itu mati” jika kita cermati dengan sedalam-dalamnya, akan mendorong kita
untuk memperbanyak amal saleh, agar kita dapat memperoleh derajat yang tinggi
di sisi-Nya, tidak sederajat binatang atau lebih rendah lagi. c. Meningkatkan
Keterampilan Berbahasa Tujuan utama pembelajaran BI di SD adalah untuk
meningkatkan keterampilan berbahasa. Kaitannya dengan apresiasi sastra yang
dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa, berbagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemanfaatan karya sastra dalam pembelajaran dapat
meningkatkan keterampilan berbahasa. Misalnya, Lehman menemukan bahwa siswa
yang menggunakan karya sastra dalam membaca memperoleh nilai yang lebih tinggi
dalam hal kosa kata dan pemahaman isi bacaan dibandingkan siswa yang bukan
menggunakan karya sastra sebagai bahan bacaan ( dalam Rofi’uddin,1997).
Adapun hubungannya dengan peningkatan keterampilan
menulis dengan memanfaatkan karya sastra sebagai bahan pembelajaran. Agustina
(1997) menemukan dalam penelitiannya bahwa anak kelas tiga SD yang diajar
menulis cerita melalui jurnal pribadi menunjukkan peningkatan kelancaran dan
keterampilan menulis. Oleh karena itu, Gani (1988:3) mengungkapkan bahwa di
negara-negara maju pembelajaran apresiasi sastra tidak dipisahkan dengan
pengajaran membaca dan menulis. Hal ini sejalan dengan pendekatan terpadu bahwa
pembelajaran kiranya komponen bahasa disajikan secara terpadu seperti dalam
pembelajaran sastra dipadukan antara membaca, dan menulis.
C.
MAKSUD
DENGAN APRESIASI SASTRA ANAK-ANAK SECARA RESEPTIF
Apresiasi sastra anak secara reseptif
adalah penghargaan, penilaian, dan pengertian terhadap karya sastra anak-anak,
baik yang berbentuk puisi maupun prosa yang dapat dilakukan dengan cara
membaca, mendengarkan dan menyaksikan pementasan drama.
Ada beberapa pendekatan yang dapat
diterapkan dalam mengapresiasi sastra anak-anak secara reseptif, diantaranya
sebagai berikut:
1. Pendekatan
Emotif Pendekatan emotif merupakan pendekatan yang mengarahkan pembaca untuk
mampu menemukan dan menikmati nilai keindahan (estetis) dalam suatu karya
sastra tertentu, baik dari segi bentuk maupun dari segi isi. Menurut Aminuddin
(2004:42) mengemukakan bahwa pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang
berusaha menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi atau perasaan pembaca.
Ajukan emosi itu berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk maupun ajukan
emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan yang lucu atau menarik.
2. Pendekatan
Didaktis Pendekatan didaktis mengantar pembaca untuk memperoleh berbagai
amanat, petuah, nasihat, pandangan keagamaan yang sarat dengan nilai-nilai yang
dapat memperkaya kehidupan rohaniah pembaca. Aminuddin (2004: 47) mengemukakan
bahwa pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan
memahami gagasan, tanggapan, evaluatif maupun sikap itu dalam hal ini akan
mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga
akan mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
3. Pendekatan
Analitis Aminuddin (2004: 44) mengemukakan bahwa pendekatan analitis merupakan
pendekatan yang berupaya membantu pembaca memahami gagasan, cara pengarang
menampilkan gagasan, sikap pengarang, unsur intrinsik dan hubungan antara
elemen itu sehingga dapat membentuk keselarasan dan kesatuan dalam rangka
terbentuknya totalitas bentuk dan maknanya. Namun demikian, penerapan
pendekatan analitis dalam pembelajaran sastra di SD tidaklah berarti harus
selengkap seperti yang dipaparkan diatas. Dianggap telah memadai, jika telah
dapat mengungkapakan unsur-unsur yang membangun karya sastra yang dibaca, dan
dapat menunjukkan hubungan antarunsur yang saling mendukung atau saling
bertentangan, serta mampu memaparkan pesan-pesan yang dapat memperkaya pengalaman
rohaniah. Aminudin (2004) mengemukakan bahwa unsur dalam prosa atau cerita
fiksi adalah tema, latar, alur, penokohan dan titik pandang, dan gaya.
D.
JENIS
DAN CONTOH SASTRA ANAK-ANAK
Sastra anak-anak (kompas, 2005) membagi sastra
anak-anak ke dalam beberapa jenis, yakni: fiksi, nonfiksi, puisi, sastra
tradisonal, dan komik. Pembagian tersebut sejalan dengan Framuki (2000) bahwa
sastra anak-anak yang bersifat imajinatif dapat dibagi atas tiga macam yakni
puisi, prosa, dan drama.
Berdasarkan pendapat tersebut sastra anak-anak dapat
dibagi atas tiga macam sebagai berikut:
1. Puisi
Apa yang dimaksud dengan puisi?
Sudjiman
(dalam Nadeak:1985:7) menyatakan bawa “puisi adalah ragam sastra yang bahasanya
terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Pengertian
tersebut relatif sejalan dengan pengertian puisi yang dikemukakan oleh Ralph
Waldo Emmerson bahwa “puisi adalah mengajarkan sebanyak-banyaknya dengan
kata-kata yang sesedikit-dikitnya”.
Berbeda
dengan pendapat Mattew Arnold yang melihat dari segi keindahan pendendangannya
bahwa bahwa “puisi adalah satu-satunya cara yang paling indah, impresif dan
paling efektif mendendangkan sesuatu” (dalam Situmorang: 1981:9). Berdasarkan
pengertian tersebut dapatlha dikatakan bahwa puisi merupakan karya sastra yang
berbentuk untaian bait demi bait yang relatif memperhatikan irama dan rima
sehingga sungguh indah dan efektif didendangkan dalam waktu yang relatif
singkat dibandingkan bentuk karya sastra lainnya. Puisi sebagai suatu karya
sastra seni terdiri atas berbagai ragam.
Waluyo
(1987) mengklasifikasi puisi berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau
gagasan yang hendak disampaikan , terbagi atas: puisi naratif, puisi lirik, dan
puisi deskriptif, yakni sebagai berikut:
a.
Puisi naratif Puisi
naratif adalah puisi isinya berupa cerita.
Penyair
menyampaikan gagasanya dalam bentuk puisi dengan cara naratif yang di dalamnya
tergambar ada pelaku yang berkisah, misalnya: DESAKU Oleh Nurfikri Hagu Sebuah
nama selalu merdu Di telingaku Setiap waktu Alammu Nyiurmu Pantaimu Memanggil
daku selalu Untuk tidak jauh Dari sisimu Di pagi dan siang Kuberangkat dan
pulang dari sekolah Bersama teman-temanku lewat jalan berbelok Dinaungi
pepohonan rindang Karena itu aku bertekad Akan selalu memeliharamu Akan selalu
mengingatmu Sampai akhir hayat ( Dikutip dalam Pedoman Rakyat, 2002 oleh
Nurfikri)
b.
Puisi lirk Adalah puisi
yang mengungkapkan gagasan pribadinya dengan cara tidak bercerita. Puisi lirik
dapat berupa pengungkapan pujaan terhadap seseorang, misalnya puisi berikut.
R.A. Kartini Engkau pendekar bangsa Pahlawan wanita Indonesia Egkau korbankan
jiwa an raga Engkau lahir di Istana Tiada kurang satu apa pun Tapi kau tak
terlena Melihhat kaummu menderita Raden Ajeng Kartini Engkau laksana obor
Oikireanmu menerang hati Engkalah pelopor (Herni Maya Sari, klas V SD O42
Balikpapan)
c.
Puisi deskriptif Adalah
puisi penyair yang mengungkapkan gagasannya dengan cara melukis-kan sesuatu
untuk mengungkapkan kesan, peristiwa, pengalaman menarik yang pernah
dialaminya. Misalnya puisi yang menggambarkan keindahan alam berikut: ALAM YANG
INDAH Oleh Lenny Ch.M. Sungguh indah alam Ciptaan Tuhan Hewan, Burung, ikan
Tumbuh-tumbuhan Bintang dan bulan Segenap tata surya Memuji Tuhan Tuhanku
menjaga Sejagad raya Burung Margasatwa Cukup makannya Ajar aku, Tuhan Buka mataku
Belajar dari alam Melihatmu.
2. Prosa
Apakah prosa sama dengan puisi?
Tentu
prosa dengan puisi jauh berbeda bentuknya! Surana (1984:105) mengemukakan
pengertian prosa sebagai berikut. Bentuk karangan sastra dengan bahasa biasa,
bukan puisi, terdiri atas kalimat-kalimat yang jelas pula runtutan
pemikirannya, biasanya ditulis satu kalimat setelah yang lain, dalam kelompok-
kelompok yang merupakan alinea-alinea.
Pengertian
prosa yang dikemukakan oleh Surana di atas saling melengkapi dengan pengertian
prosa fiksi atau narasi yang digambarkan oleh Aminuddin (2004:66) sebagai
berikut: Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku
tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu
yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu ceita.
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapatlah kita mengatakan bawa prosa fiksi
anak-anak adalah karya sastra yang tidak dibuat atas ragkaian bait demi bait
tetapi dibuat atas rangkaian paragraf demi paragraf dengan merangkaikan unsur
unsur seperti tempat, waktu, suasana, kejadian, alur pristiwa, pelaku
berdasarkan tema cerita tertentu yang diperoleh secara imajinatif.
Cullinan
(1989) menyebutkan beberapa jenis prosa fiksi, antara lain:
1. prosa
fiksi sains.
2. prosa
fiksi realistic.
3. prosa
fiksi imajinatif.
a.
Prosa fiksi sains Prosa fiksi sains adalah cerita fiksi yang disusun dengan
menekanan pada isi yang ingin disampaikan. Isi yang disampaikan berupa ilmu
pengetahuan (sains) atau bersifat faktual . Namun demikian isi yang bersifat
faktual tersebut disusun dalam bentuk cerita fiksi dengan cara menentukan
pelaku, latar, dan alur.
Tujuannya
untuk menarik minat dan perhatian siswa sehingga mereka merasa tidak sulit
memahami isi dan pesan yang ingin disampaikan pengarang. Contohnya sebagai
berikut: Mendengarkan Penyuluhan tentang Penyakit Demam Berdarah Pada siang
hari itu pendopo balai Desa Makmur dipenuhi oleh warga.Mereka diundang untuk
mendengarkan penyuluhan tentang penanggulangan penyakit demam berdaarah dari
Dinas Kesehatan Rakyat Kabupaten. Penyuluhan in diberikan karena beberapa hari
yang lalu di Desa Makmur Jaya terkena wabah penyakit demam berdarah. Tepat pada
pukul 13.00 Dokter Surya yang diberi tugas penyuluhan oleh Dinas Kesehatan
Rakyat Kabupaten telah datang. Beliau daang bersama beberapa petugas yang lain.
Setelah beristirahat sebentar, Dokter Surya pun segera memberikan
penyuluhannya. Menurut Dokter Surya, penyakit demam berdarah itu disebabkan
oleh virus yang ditularkan leh nyamuk Aedes Aegypti. Naymuk itu hidup dan
berkembang biak di dalam rumah dan di sekitarnya. Tidak jarang, nyamuk ini
dijumpai pula di sekolah. Nyamuk ini mencari mangsa pada pagi sampai siang
hari. Terdapat beberapa tanda yang dapat kita kenali dari orang yang terkena
penyakit mematikan ini. Pertama, selama 2-7 hari panas badan pen-derita
meninggi. Kedua, nyeri perut terutama di bagian uluhati. Ketiga, pendarahan
berupa bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah darah,
bahkan berak darah. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan kepada orang yang
terkena penyakit demam berdarah adalah dengan memberikan minuman
sebanyak-banyaknya. Minuman itu dapat berupa air masak, susu, atau air teh.
Untuk menurunkan panas badan, penderita dapat diberi obat penurun panas, selain
itu, penderita dapat dibantu dengan kompres dengan menggunakan kain basah yang
telah direndam di air es. Setelah itu itu barulah penderita dibawa ke
puskesmas/RSU. Penyakit demam berdarah dapat dicegah dapat dicegah dengan dua
cara.
Cara
pertama adalah melenyapkan tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti.
Naymuk ini biasanya berkembang biak di dalam maupun di luar rumah. Di dalam
rumah, misalnya di bak mandi, tempayan, vas bunga, atau di tempat minuman
burung. Di luar rumah naymuk ini berkembang biak di tangki penampungan air,
kaleng potongan bambu, dan sebagainya Cara kedua adalah dengan menghambat
masuknya nyamuk ke rumah. Cara ini dapat dilakukan dengan memasang kawat kasa
pada lubang ventilasi. Dengan cara ini, nyamuk tidak akan dapat masuk ke rumah.
Nyamuk ini dapat dicegah agar tidak masuk ke rumah dengan cara mem-berikan
penerangan yang cukup di dalam kamar kita. Nyamuk biasanya senang tinggal di
tempat gelap. Para warga tanpak tertarik akan semua penjelasan yang diberikan
Dokter Surya. Setelah mendengarkan penyuluhan itu mereka berjanji akan selalu
berusaha hidup lebih bersih lagi. Mereka ingin hidup sehat. Mereka ingin
terbebas dari penyakit demam berdarah. (Anonim Dalam Aku Cinta Bahasa
Indonesia,V, 1997) b. Prosa fiksi realistik Adalah cerita yang disusun dengan
tujuan menyampaikan sesuatu yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang logis,
baik berkaitan dengan etika, moral, relegius, dan nilai-nilai lainnya.
Nilai-nilai tersebut diungkap melalui prosedur “bercerita” dengan menentukan
tema, latar, alur,penokohan, sudat pandang, dan amanat yang ingin disampaikan.
Peristiwa demi peristiwa yang disampaikan bukan merupakan fakta atau kejadian
yang sesungguhnya melainkan peristiwa yang bersifat fiktif (seolah-olah pernah
terjadi). Dikatakan realistik karena isi atau tema cerita tersebut diangkat
dari kehidupan sehari-hari; ada kemungkinan hal tersebut terjadi dalam
kenyataan sehari meskipun pelaku tempat, dan waktu kejadian berbeda. Misalnya,
cerita berikut. Musim Layang Membawa Berkah Ni Wayan Margiani Kupercepat lariku
begitu melihat begitu kulihat layang-layangku putus. Tak perduli kakiku penuh
lumpur. Aku terus berlari di pematang sawah, sambil melihat ke atas. Semua
semak tidak luput dari perhatianku, tetapi layang-layangku tidak kutemukan
juga. Dengan lemas aku berjalan menuju rumahku. Sebagian besar anak di
kampungku lebih suka membeli layang-layang di pasar/walaupun ada juga yang membuat
sendiri. Wah... sekarang saya harus membuat layang-layang sendiri, aku tidak
mau merepotkan ibu lagi. Panggilan ibu itu menandakan harus segera menyabit
rumput untuk sapiku. Aku menganggukkan kepala. Sambil menyabit rumput aku
memikirkan cara membuat layang-layang. Setelah memberi makan sapi, aku sibuk
dengan bambu, plastik, dan benang. Ya aku akan buat layang-layang ssendiri.
Uangnya dari sisa jajanku kemarin. “Bill, banyak sekali layang-layangnya?”
Minta satu buat aku, ya?” adikku yang paling kecil, wayan datang mendekat. “Ya
nanti Bill buatkan satu untukmu,” jawabku pada adikku. Begitu layang-layang
telah siap aku langsung pergi ke sawah. Disitu tempanku biasa main
layang-layangan. Melihat aku, Made langsung mendekati, “Tut, layang-layang itu
mau kamu jual, ya? Aku beli satu, ya?” Aku juga, Tut. Aku beli dua buat aku dan
adikku,” kata Bagus tidak mau kalahh. Teman-teman yang lain juga
mengerumuniku.. “Layng-layang ini masing- asing kujual seribu rupiah. Kalian
boleh pilih sendiri.”, kataku. Wow, luar biasa! Layang-layangmku laris manis.
Setelah itu, aku terima banyak pesanan. Jadi, aku bisa membeli buku-0buku
sendiri. Sisanya aku tabung. Ini berarti menghemat pengeluaran ibu dan bapak.
Musim layang-layang kali ini benar- benar membawa berkah buatku.
(Dalam
Aku Mampu Berbahasa Indonesia, V, Kastam Syamsi, dkk 2004) c. Prosa fiksi imajinatif
(folkrole) Adalah cerita yang di dalamnya menyajikan rangkaian perstiwa yang
pelaku- pelakunya hanya ada dunia dalam dunia imajinasi pengarang; tidak ada
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya raksasa pemakan manusia dan burung garuda
raksasa, dalam cerita Bugis diistilahkan dengan nenepakande dan kuajang. Cerita
seperti ini hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan bagi anak-anak yang
suka dongeng dengan pelaku raksasa atau binatang (fabel), misalnya dongeng
Tanah Sang Raksasa, Kepel Iwe-Iwel, Kancil yang Cerdik, dan sebagainya. Tanah
Sang Raksasa Raksasa Bargawa menerima sahabatnya di dalam guanya. Sahabat
raksasa Bargawa adalah seorang manusia , laki-laki muda bernama Arya. Pemuda
Arya dan raksasa Bargawa sudah lama bersahabat. Mereka saling menyukai satu
dengan yang lain.
“Aku
sengaja mengundangmu hari ini, Arya,” kata Raksasa Bargawa. Matanya yang lebar
berkejap-kejap, giginya yang tajam dan runcing tampak mengkilap ketika ia
ketawa. “Untuk berbicara tentang tanah milikmu ini, bukan?” tanya Arya.
“Benar!” Raksasa Bargawa mengangguk. Rambutnya yang keriting panjang
beriap-riap pada waktu itu menggerakkan kepalanya... (Dikutip Dalam Aku Cinta
bahasa Indonsia, IV A. 2004) 3. Drama Bagaiamana dengan drama? Samakah dengan
prosa atau berbeda ? Surana (1984) memberikan jawaban bahwa “drama adalah
karangan prosa atau puisi berupa dialog dan keterangan laku untuk
dipertunjukkan di atas pentas.” Pengertian tersebut sejalan dengan pengertian
drama yang disampaikan oleh Hermawan (1988:2) bahwa “drama merupakan cerita
konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan
menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton.” Jadi, drama merupakan
salah satu karya sastra yang dipakai sebagai medium pengungkapan gagasan atau
perasaan melalui serangkain dialog antarpelaku dan adegan, yang tujuan utamanya
bukan untuk dibacakan secara estetis melainkan untuk dipertunjukkan . Misalnya
TAS SEKOLAH RARA Tokoh : Rara, Yayang, Alisia, dan Ibu Di halaman rumah Yayang
terlihat Rara, Yayang, Alisia mengenakan seragam Sekolahh, mengendong tas
masing-masing Yayang : “Ra, terima kasi ya! (memberikan buku), Nanti kalau ada
yang baru kita tukar baca lagi Rara : (memasukan buku ke tasnya) Iya, Aku
pulang dulu ya! Alisia : “Ra, kamu tak punya tas lagi, ya! Yang sudah robek
begini masih kamu pakai (menepuk tas rara). (Rara dan Yayang terkejut) Yayang :
“Lis!” Rara : “Yo saya pulang duluan ya! (tak meladeni pertanyaan Alisia)
Alisia : “Aku juga pulang, yu. Sampai besok! Yayang : “Ya dadaa! (Rara dan
Alisia meninggalkan pentas, ibu masuk). Ibu : “Eh, mamam sudah pulang.
Yayang
: “Iya, Ma! (mencium tangan ibunya) (Dikutip dari Karya Mien Rumini dalam Pend.
KeterampilanBerbahasa oleh Djago Tarigan dkk, 2001)
E.
CIRI-CIRI
SASTRA ANAK
1. Ciri-ciri Puisi Anak-anak Ciri-ciri
yang perlu diperhatikan dalam memilih puisi di SD, menurut Rusyana (Dalam
Nadeak, 1985:62) adalah:
a. isi
sajak harus merupakan pengalaman dari dunia anak sesuai umur dan taraf
perkembangan jiwa anak,
b. sajak
itu memiliki daya tarik terhadap anak,
c. sajak
itu harus memiliki keindahan lahiriah bahasa, misalnya irama yang hidup,
tekanan kata yang nyata, permainan bunyi, dan lain-lain,
d. perbendaharaan
kata yang sesuai dengan dunia anak.
Sedangkan menurut Sutawijaya, dkk (1992) pusi yang
diberikan kepada anak sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra puisi di SD
hendaknya memiliki ciri sebagai berikut:
1. Ciri
keterbacaan Bahasa yang digunakan dapat dipahami anak, artinya kosa kata yang
digunakan dikenal oleh anak, susunan kalimatnya sederhana sehingga dapat
dipahami oleh anak. Pesan yang dikandung puisi dapat dibaca dan dipahami anak
karena tidak bersifat diapan (tersembunyi) melainkan bersifat transparan atau
eksplisit.
2. Ciri
kesesuaian Kesesuaian dengan kelompok usia anak, pada usia anak Sekolah Dasar
menyukai puisi yang membicarakan kehidupan sehari-hari, petualangan, kehidupan
keluarga yang nyata. Kesesuaian dengan lingkungan sekitar tempat anak berada.
Artinya, anak yang berada di lingkungan sekitar pantai akan bersemangat jika puisi
yang diberikan untuk dipelajari adalah puisi yang berbicara tentang pantai.
Atau pada musim kemarau, puisi yang dijadikan bahan ajar adalah puisi yang
berbicara tentang kemarau.
2. Ciri-ciri cerita anak Bagaimana dengan ciri prosa
anak-anak dan contohnya?
Cerita yang diberikan kepada anak sebagai bahan ajar
di SD hendaknya cerita memiliki ciri-ciri: bahasa yang sederhana, pilihan kata
yang dapat dipahami, sesuai dengan kegemaran dan perkembangan usia anak, dan
lingkungan yang relevan dengan dunia anak misalnya pada musim panen dipilih
cerita yang berkaitan dengankehidupan petani.
Hasyim (1981) mengemukakan bahwa cerita yang
diberikan kepada anak sebagai bahan belajar di Sekolah Dasar hendaknya memiliki
ciri sebagai berikut:
a. Bahasa
yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak.
b. Isi
ceritanya haruslah sesuai dengan tingkat umur dan perhatian anak. Pada tahap
pertama (kelas 1-3 SD) , bacaan untuk anak laki-laki dan wanita dapat
disamakan. Untuk selanjutnya ( kelas 4-6 SD) secara berangsur-angsur akan
kelihatan bahwa anak laki-laki lebih menyenangi cerita petualangan, olahraga,
dan teknik, sedangkan anak wanita lebih menyenangi cerita yang bersifat
kekeluargaan dan sosial.
c. Hendaknya
jangan diberikan cerita yang bersendikan politik tetapi mengutamakan pendidikan
moral dan pembentukan watak. Apa yang dikemukakan oleh Hasyim sejalan dengan
Pramuki (2000) bahwa hendaknya cerita yang diberikan kepada anak adalah cerita
yang sesua dengan tingkat perkembangan usia anak-anak, yakni: usia 6-9 tahun
lebih menyenangi cerita yang bertema kehidupan sehari-hari sampai termasuk
dongeng hewan dan cerita lucu, usia 9-12 tahun menyukai cerita yang bertema
tentang kehidupan keluarga yang dilukiskan secara realistis, cerita fantastis,
dan cerita petualangan.
Adapun ciri-ciri yang lebih spesifik dikemukakan
oleh Cullinan (1987) bahwa bahan cerita yang diberikan kepada anak SD hendaknya
memiliki ciri-ciri:
1. latar
cerita dikenal oleh anak, yakni cerita yang dipelajari berlatarkan lingkungan
yang mereka temui dalam permainan sehari-hari.
2. alurnya
bersifat tunggal dan maju karena mudah dipahami anak, bukan plot majemuk dan
beralur maju-mundur atau sorot balik.
3. pelaku
utama cerita adalah dari kalangan anak-anak dengan jumlah sekitar 3-4 orang dan
karakterpelaku dilukiskan secara konkret sehingga mudah dipahami oleh anak dan
sesuai perkembangan moral anak,
4. tema
cerita sederhana dan sesuia tingkat perkembangan individua-sosial anak seperti
kejujuran, patuh pada orangtua, benci pada kebohongan dan sebagainya,
5. amanat
atau pesan cerita dapat membantu siswa memahami dan menyadari perbedaan sikap
yang baik dan tidak baik serta nilai-nilai positif yang dapat membentuk
kepribadian dirinya.
6. bahasa
yang digunakan dapat dipahami oleh anak; kosa katanya dipahami dan struktur
kalimatnya sederhana.
Apakah semua kosa kata dalam cerita harus dipahami
anak? Pertanyaan itu mungkin Anda ajukan setelah mencermati uraian di atas.
Kosa kata dalam cerita tidak mutlak harus dipahami semua oleh anak. Boleh saja
cerita itu di dalamnya ada satu atau dua kata yang kurang diketahui artinya
oleh anak. Fungsinya adalah menjadi sarana penambah perbendaharaan kosa kata
anak.
Cirri-ciri drama anak Pembelajaran sastra yang
berkaitan dengan drama di sekolah dasar hendaknya menggunakan bacaan drama
anak-anak. Bagaimana ciri drama anak-anak?
Drama anak- anak tidak jauh beda dengan cerita
anak-anak, baik dari segi bahasanya, tema, pesannya. Yang berbeda adalah dari
segi dialog yang sederhana dan jumlah adegan yang tidak terlalu panjang dan
berbelit.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Apresiasi sastra anak-anak merupakan serangkaian
kegiatan bermain dengan sastra anak-anak sehingga muncul pengertian, ketepatan
dan ketelitian pemahaman, kepekaan perasaan dan penghargaan yang baik dalam
diri anak terhadap sastra anak-anak. Apresiasi sastra anak mempunyai manfaat
diantaranya : melatih keterampilan berbahasa, menambah pengetahuan tentang
pengalaman hidup manusia, membantu mengembangkan pribadi membentuk watak,
memberi kenyamanan meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru (Wardani
1981).
Apresiasi sastra anak-anak secara reseptif dapat
dilakukan dengan memberikan penghargaan, penilaian, dan pengertian terhadap
karya sastra anak-anak, baik yang berbentuk puisi maupun prosa yang dapat
dilakukan dengan cara membaca, mendengarkan dan menyaksikan pementasan drama.
Pendekatan yang dapat diterapkan dalam mengapresiasi sastra anak-anak secara
reseptif diantaranya adalah pendekatan Emotif, pendekatan Didaktis, dan
pendekatan Analitis.
B.
SARAN
Penulis berharap pendidik dapat
menggunakan dan menghasilkan sebuah apesiasi karya sastra anak-anak secara
reseptif agar anak-anak mendapatkan pembelajaran tentang sastra sesuai dengan
porsinya dan lebih meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas anak dalam dunia
sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Tarigan,
Henry Guntur. 1995. Dasar-dasar
Psikosastra. Bandung: Angkasa.
Puryanto,
Edi. 2008. Konsumsi Anak dalam
Teks Sastra di Sekolah.
Witakania.
2008. Aspek Psikopedagogik dalam
Sastra Anak.